"Pasar Ekologi ini dibangun sebagai upaya pemulihan lahan yang rusak akibat usaha pertambangan rakyat setempat," ujar Siti Nurbaya, pada peresmian Pasar Ekologi Argowijil, di Desa Gari, Wonosari, Gunungkidul, Selasa (18/4/2017). Nurbaya mengatakan, sesuai dengan intruksi presiden, usaha pertambangan perlu ditata kembali. Tindakan tegas dilakukan pada penambangan tanpa izin. Kaitannya usaha pertambangan rakyat, diperlukan bimbingan kepada masyarakat. Namun jika usaha pertambangan rakyat terpaksa ditinggalkan, maka harus ada upaya untuk mengalihkan mata pencaharian, salah satunya dengan pembangunan Pasar Ekologi Argowijil.
Tema yang diangkat dalam perhelatan besar ini adalah ‘Beber Dasaran’. Pengertian konsep ‘Beber Dasaran’ itu sendiri adalah menampilkan segala sesuatu yang benar-benar layak ditunjukkan kepada khalayak umum yang harapannya menjadi nilai tawar lebih atau produk unggulan untuk diapresiasi. Sehingga dalam prosesnya selain bermanfaat saat itu juga, ke depannya benar-benar mampu menggerakkan roda perekonomian. Selain itu mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
‘Beber Dasaran’ adalah wujud rasa optimis dan kepercayaan diri masyarakat dalam menampilkan karya terbaiknya. Menunjukkan sikap kesiapan masyarakat menyediakan produk berkwalitas dan mampu bersaing dengan yang lain. Mengedepankan nilai kebersamaan dan bahu-membahu masyarakat dalam memulai dan membangun roda perekonomiannya sendiri.
Argowijil
Nama Argowijil memiliki arti ‘Argo’, dalam bahasa jawa adalah Gunung/Gunungan. ‘Wijil’ memiliki maksud sebagai penamaan yang dibawa dari asal muasal identitas tempat tersebut. Dahulu tempat ini merupakan sebuah pegunungan/bukit tinggi. Masyarakat sekitar meyebutnya Gunung wijil.
Pada awal tahun 1976-an Gunung wijil ditambang oleh masyarakat sekitar untuk bahan material membangun mushola. Berjalannya waktu penambangan menjadi aktivitas masyarakat sebagai mata pencaharian. Dimana produk yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan material bangunan (bahan pondasi, bahan baku pembuatan gamping, dsb). Bahan tersebut untuk kebutuhan sendiri maupun dijual sebagai pemenuhan ekonomi pada saat itu.
Gunung wijil pada awalnya adalah gunung yang tinggi menjulang dan banyak pepohonan. Aktivitas penambangan menyebabkan area ini menjadi daratan yang landai bahkan cekung dan dalam. Pada tahun 2010 aktivitas penambangan dihentikan oleh Pemerintah Desa. Hal ini sebagai langkah antisipasi terhadap dampak kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Reklamasi
Tahun 2015 menjadi sejarah bagi Desa Gari, tempat Argowijil berada. Gunung Wijil mendapatkan rekomendasi program pemulihan lahan kritis. Difasilitasi oleh Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan (KAPEDAL) yang saat ini adalah Dinas Lingkungan Hidup di Kabupaten Gunungkidul. Rekomendasi tersebut diajukan kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mendapat program ‘reklamasi’ pemulihan lahan kritis.
Reklamasi dilakukan dengan melakukan pengurukan rata dengan tanah. Lubang cekungan yang ada di tempat tersebut menjadi rata. Selanjutnya dalam pemanfaatannya dibangunlah ‘Pasar Ekologi’, pasar yang Berwawasan Lingkungan yang kemudian dikelola untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
Konsep pasar ekologi memiliki beberapa konten, 1) teknologi tepat guna ‘solarsell’, 2) taman hutan lindung, 3) tempat pengolahan sampah organik, 4) kerajinan pemanfaatan sampah. Dalam hal ini pengelolaan dikemas menjadi satu.
Material batuan merupakan sumber daya alam tak terbarukan. Semakin lama semakin menipis dan akan habis. Lebih baik dijaga dan memilih altenatif pemanfaatan sumber daya yang lain yang lebih ramah lingkungan.
Alam semakin renta
Jaga dengan baik
Demi keberlangsungan anak cucu kita
https://twitter.com/search?q=Pasar%20Ekologi%20&src=typd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar